Jumat, 09 Oktober 2009

FENOMENA DANAU TOBA

FENOMENA DANAU TOBA


toba super volcano
toba super volcano - toba map

TEMPO Interaktif, London:

Sekelompok peneliti internasional menyatakan, manusia India yang hidup pada saat letusan gunung api Toba-yang kini menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara-74.000 tahun lalu, relatif masih bisa bertahan hidup. "Meski mengalami masa-masa yang sulit," kata antropolog Michael Petraglia dari Universitas Cambridge Inggris, kepada Tempo melalui surat elektronik pada Senin pekan lalu.

Petraglia adalah pemimpin penelitian yang dilakukan di Lembah Jwalapuram, Distrik Kurnool, India, itu. Petraglia dan timnya menemukan ratusan artefak berupa alat-alat batu serpih yang sama tipenya dari atas dan bawah lapisan debu vulkanik Gunung Api Toba.

"Artefak kami temukan di bawah dan di atas lapisan debu, oleh sebab itu kami menyimpulkan adanya keberlanjutan populasi di kawasan tersebut setelah letusan terjadi" ujar Petraglia.

Letusan Gunung Api Toba yang wujudnya hanya bisa direka-reka dari kawasan Danau Toba kini, adalah letusan mahadahsyat dan tiada bandingnya. Sejarah mencatat, itulah letusan terbesar di dunia selama dua juta tahun terakhir.

Gunung itu melontarkan sekitar 3.000 kilometer kubik material perut bumi, termasuk gas vulkanis dan asam sulfur ke langit. Gas dan asam sulfur menyelubungi lapisan stratosfer di atmosfer bumi selama 6 tahunan.

Adapun material gunung terlempar sampai ke kawasan Greenland di utara bumi. Di India, di mana Petraglia dan timnya meneliti, tebal lapisan debu vulkanisnya mencapai 15 sentimeter.

Selubung material dan gas dari gunung itu membuat temperatur muka bumi menurun antara 3 sampai 5 derajat celsius. Dunia pun mengalami musim dingin vulkanik yang sama seperti zaman es. "Itu adalah masa-masa yang sangat berat dan menantang," kata Will Harcourt-Smith, palentolog dari Museum Sejarah Alam Amerika di New York.

Di tengah masa sulit itulah manusia India pada saat yang sama, menurut Petraglia, bisa bertahan hidup. Padahal, teori yang didasarkan penelitian DNA dan genetik, menyatakan bahwa populasi manusia di bumi nyaris tersapu bersih akibat letusan tersebut.

Sebuah teori dari Stanley H. Ambrose dari Universitas Illinois di Urbana-Champaign Amerika Serikat, menyatakan bahwa populasi manusia yang hidup saat ini berasal dari antara 1.000 sampai 10.000 jiwa manusia yang bertahan hidup dari letusan gunung Toba itu.

Menurut Petraglia, artefak-artefak yang mereka temukan dari lapisan bawah debu vulkanis, memiliki kesamaan tipe dengan artefak di lapisan atasnya. "Semuanya diidentifikasi dari masa Paleolitik Tengah, antara tahun 150.000 sampai 38.000 Sebelum Masehi," katanya.

Tapi Ambrose meminta Petraglia dan timnya tak buru-buru menarik kesimpulan sebelum menemukan bukti lebih lanjut. "Satu-satunya cara untuk membuktikan adalah menemukan kerangka manusia di bawah lapisan debu yang sama dengan manusia Afrika," katanya.

Petraglia setuju bahwa penemuan kerangka akan memberikan bukti yang lebih kuat, tapi dia tetap kukuh pada pendiriannya. "Ada ribuan artefak lagi yang tidak kami presentasikan di jurnal yang mendukung klaim kami," katanya.

Artefak-artefak yang ditemukan Petraglia mengindikasikan kesamaan morfologi dengan alat-alat batu yang dibuat manusia modern di Afrika bagian selatan.

Petraglia dan timnya pun menduga bahwa manusia yang hidup di India itu sama modernnya dengan manusia Afrika. Manusia India itu berasal dari Afrika yang bermigrasi dan tiba di kawasan tersebut sebelum letusan Toba menyelimuti kawasan itu dengan debu.

Tapi dugaan ini ditentang Will Harcourt-Smith, palentolog dari Museum Sejarah Alam Amerika di New York. Menurutnya, manusia modern Afrika yang hidup pada masa yang sama dengan letusan Gunung Toba, sudah hidup dengan simbolisme, perilaku pembuatan alat yang kompleks, demikian pula kehidupan sosialnya. "Memang perilaku mereka tak seperti manusia sekarang, tapi mereka sudah tergolong manusia modern," kata dia.

Chris Clarkson, arkeolog dari Universitas Queensland, Australia, yang terlibat dalam tim Petraglia mengatakan, dugaan mereka didukung temuan sejumlah besar oker di bawah lapisan debu, bersamaan dengan alat batu. Oker adalah zat warna terbuat dari tanah, yang digunakan oleh manusia awal untuk seni, simbol, atau mengelem alat batu dengan pegangan kayunya.

"Semua ini potensial sebagai penanda akan perilaku yang lebih komplek daripada yang sebelumnya dicantelkan kepada spesies hominid awal yang sudah punah," kata Clarkson.

"Penggalian lebih lanjut akan membantu kita menyimpulkan apakah alat-alat itu milik manusia modern atau tidak."

Adapun Petraglia mengatakan bahwa penemuan mereka pun mengklarifikasi hipotesis persebaran bagian selatan. Teori itu menyatakan bahwa manusia Aborigin Australia sekarang bermigrasi dari Afrika melalui Samudera Hindia.

Lantaran kaum aborigin Australia tiba di benua itu pada 45.000 sampai 60.000 tahun lalu, "Kami pikir mereka mestinya berangkat dari Afrika ke semenanjung Arab, subkontinen India lalu ke Asia Tenggara," ujarnya.

Petraglia menyatakan kesimpulan mereka memang dapat saja diperdebatkan dan sah-sah saja. "Ada saja orang yang mempertahankan teori mereka sendiri dan tak menyukai kesimpulan kami, tapi ada pula yang setuju," katanya.

Kalo sering liat National Geographic channel (Metro TV), Toba sering ditayangkan. Danau Toba yg ada sekarang ini dikarenakan ledakan besar jaman dulu, para ilmuwan bahkan mengatakan ituadalah ledakan volcano terbesar dalam sejarah hingga bumi menjadi dingin dan beku. Awalnya para peneliti mengambil sample di kutub, dan ditemukan abu volcano yg belum pernah ditemukan, para peneliti kemudian mengambil sample abu volcano dr gunung2 di dunia sampai hampir putus asa karena ngga ada yg cocok.
Kebetulan ada peneliti lain yg meneliti danau toba, mengambil sample lereng2 terjal di danau toba, setelah dikirim ternyata structure abu volcano sama dengan yang ad di kutub. Jadi waktu meletus abu terbang menutupi sebagian besar bumi hingga sampai ke ktub. Jika letusan serupa terjadi lagi, 40-50% populasi dunia MATI!!!! Karena bumi beku jadi es. Kenapa para peneliti memilih sample sedimen dikutub? Karena semua material seperti di awetkan, dan nggak rusak walau sudah jutaan tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar